Kamis, 06 Januari 2011 RAJA TUBBA'

RAJA TUBBA’
Raja Tubba’ melakukan perjalanan dari Yaman ke berbagai negeri  ditemani 400 ulama. Setiap kali memasuki negeri, maka rakyat negeri itu selalu mengelukan dan memuliakannya. Suatu ketika sampailah di kota Mekkah al Musyarrafah. Tidak seperti penduduk negeri lainnya, warga Mekkah tidak memberikan sambutan yang hangat. Sikap ini membuat Raja Tubba’ menjadi heran. Raja bertanya kepada para ulama’ yang menemaninya,”Mengapa penduduk negeri ini tidak memuliakan kita?” Diantara ulama’ menjawab,”Mereka adalah penduduk Mekkah, dimana seluruh warganya sangat menghormati dan memuliakan Ka’bah. Itulah sebabnya mereka tidak memuliakan dan mengagungkan Raja.”
Raja Tubba’ merasa tidak senang dengan sikap warga Mekkah. Timbul niat dalam hatinya untuk menghancurkan bangunan Ka’bah yang dimuliakan oleh orang Mekkah, batu demi batu. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala kala itu juga menurunkan bala’ berupa penyakit di kepala Raja Tubba’. Penyakit itu menimbulkan bau yang busuk, sehingga orang-orang tak mau duduk di dekatnya. Banyak tabib didatangkan untuk mengobatinya, namun tidak satupun usaha yang dilakukan para tabib itu dapat menyembuhkan penyakit sang raja.
Para ulama’ yang menemani Raja Tubba’ menjadi penasaran, dan diantaranya ada yang berkata,”Mengapa tidak satupun dari para tabib yang dapat menemukan obatnya untuk bisa menyembuhkan penyakit raja?” Salah seorang ulama’ yang mempunyai pandangan luas, mendapat ilham dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ulama’ itu berkata kepada raja,”Saya akan beritahukan obat dari penyakit raja, dengan syarat semua orang harus keluar dari tempat ini karena saya ingin bermusyawarah berdua saja dengan raja.” Raja memerintahkan semua orang yang sedang bersamanya untuk meninggalkan mereka berdua. Raja berkata,”Nah, mereka telah keluar, sekarang katakanlah apa yang menjadi obat untuk penyakitku ini.” Orang alim itu berkata,”Akan aku beritahukan obat itu, namun sebelumnya ceritakanlah kepadaku, apakah raja ketika sampai di Mekkah ini menyembunyikan sesuatu yang tidak baik di hati raja.” Raja menjawab,”Sesungguhnya aku telah menyimpan niat yang buruk dalam hatiku, yaitu aku akan menghancurkan rumah (ka’bah) ini, batu demi batu, karena penduduk Mekkah ini tidak mau mengagungkan dan menghormati aku.” Orang alim itu menjawab,”Ketahuilah wahai raja, niat buruk raja ini menyebabkan Allah murka dan memberikan penyakit yang tidak ada obatnya, kecuali Allah yang menyembuhkannya. Sekarang jika raja ingin sembuh, maka maka bertaubatlah, urungkan niat raja, sehingga Allah akan mengampuni dan menyembuhkan penyakit raja.” Raja Tubba’ menyesali sikapnya dan berkata,”Baiklah, saat ini juga aku batalkan niat burukku.” Seketika itu juga Allah menyembuhkan penyakit raja Tubba’.
Setelah beberapa lama tinggal di Mekkah, raja Tubba’ bersama rombongannya melanjutkan perjalanan dan sampailah di Madinah. Pada saat itu Madinah masih merupakan hamparan tanah yang kosong dan tandus. Para ulama’ yang menemaninya berkata kepada raja,”Wahai raja, kami ingin tinggal di tempat ini.” Raja menjadi heran dan berkata,” Apa yang menyebabkan kalian ingin tinggal di tempat tandus begini. Bukankah kita telah sepakat untuk melakukan perjalanan bersama?” Diantara ulama’ itu berkata,”Sesungguhnya tempat ini adalah tempat hijrahnya nabi akhir zaman. Dalam waktu dekat ini akan diutus nabi akhir zaman dan kemudian akan berhijrah ke tempat ini. Kami ingin agar anak keturunan kami kelak menjadi pengikut dan sahabat nabi akhir zaman.” Raja Tubba’ berkata,”Kalau begitu, aku akan menitipkan surat kepada kalian untuk diberikan kepada nabi akhir zaman itu. Serahkanlah surat itu jika dia telah diutus dan berhijrah ke tempat ini.”
Raja Tubba’ menulis sepucuk surat yang distempel dan kemudian surat itu diserahkan kepada ulama’ yang telah memberikan saran kepada raja sehingga akhirnya raja sembuh dari penyakitnya.
Telah diriwayatkan bahwa pengikut raja Tubba’ adalah merupakan kakek moyang para sahabat Anshor. Sedangkan ulama’ yang dititipi surat adalah leluhur dari Abu Ayyub al Anshori. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, rumahnya Abu Ayyub al Anshori inilah yang dijadikan sebagai tempat tinggal Nabi dan Abu Ayyub menyerahkan surat dari Raja Tubba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnu Ishaq rahmatullah ‘alaih dan lainya meriwayatkan bahwa surat yang ditulis Raja Tubba’ berbunyi : “Amma ba’du. Aku adalah Raja Tubba’ I. Sesungguhnya aku beriman kepadamu dan beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu. Aku berada dalam agama dan sunnahmu. Aku beriman kepada Tuhanmu, Tuhan segala sesuatu. Aku juga beriman kepada syariat agama yang bersumber dari Tuhanmu. Jika aku dapat bertemu denganmu, itu adalah suatu kenikmatan bagiku. Jika tidak, berilah aku syafaatmu dan di hari kiamat jangan lupakan diriku, karena aku adalah ummatmu yang terdahulu dan aku telah berbai’at sebelum kedatanganmu. Aku memeluk agamamu dan agama Ibrahim ‘alahis salam.”
Surat itu ditutup dengan kalimat sebagaimana firman Allah dalam surat ar Rum (30) ayat 4:
لِلّهِ اْلاَمْرُمِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ
Artinya :”Bagi Allah urusan sebelum dan sesudahnya”  (QS. Ar Rum (30) : 4)
Raja Tubba’ meninggal 1000 tahun sebelum  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala. (Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al Anshori al Qurtubi, al Jami’ul Ahkamil Qur’an, Juz 16, hal. 145, Dar Ihyaut Turatsul Arabi, 1985/1405 H, Beirut, Lebanon)
Digg it StumbleUpon del.icio.us

0 komentar:

Posting Komentar